Tetap Istiqomah, Komjen Gelar Kajian Fiqih Part 10

Pada hari Rabu Malam Kamis lalu (02/12) Komunitas Ngajeni (Komjen) menggelar acara rutinnya yang ke 10. Bertempat di Musholla Darussalam Pak Masyhudi yang berada di RT 04 RW 01 ini berjalan lancar. Acara dimulai pukul 20.00 WIB seperti biasa sebagai moderatornya adalah Mas Novel, Pembaca Materi Bapak Ahyadi dan Narasumbernya Ust. Mukhlisin.

Pada Malam itu materi yang dibahas adalah tentang Haid, Nifas dan Istihadhoh tak hanya itu dalam acara ini juga ada sesi tanya jawab masalah apa saja yang berkaitan dengan hukum islam yang terjadi sehari-hari.

Berikut HASIL DISKUSI TAQRIB PART 10

Bab : Haid, nifas dan Istihadhoh

Pertanyaan :

Bagaimana cara bersuci dan sholatnya wanita yang Istihadhoh?

Jawaban :

– Wanita yang Istihadhoh tetap wajib melaksanakan sholat dan puasa.

– Karena darah terus keluar maka orang yang Istihadhoh selalu dalam keadaan berhadats. Dengan demikian bersucinya (wudlu) adalah dalam kondisi darurat. Sehingga harus dilaksanakan ketika sudah masuk waktu sholat.

Untuk tata cara ibadah sholat dan bersucinya sebagai berikut :

Setelah masuk waktu solat :

  1. Membersihkan najis (darah)
  2. Menghentikan keluarnya darah dengan memakai semacam pembalut atau disumbat (dengan kapas/kain halus). Jika dibutuhkan memakai keduanya (pembalut + disumbat) maka wajib.

Jika sudah menggunakan keduanya namun darah masih tetap tembus maka dimakfu.

Catatan : penyumbatan harus masuk sampai bagian dalam (yang tidak terlihat ketika posisi jongkok).

  1. Melakukan wudlu dengan niat :

نويتُ الوضوءَ لاِسْتِبَاحَةِ الصلاةِ فرضًا لله تعالى

Saya niat wudlu agar diperbolehkan melakukan sholat

Catatan :

– Niat wudlunya tidak seperti biasanya (menghilangkan hadats), karena wanita yang Istihadhoh selalu dalam keadaan berhadats.

– Wudlu harus dilakukan secara berkesinambungan,  tidak boleh menunda basuhan rukun sampai kering.

  1. Segera melakukan sholat, tidak boleh ditunda kecuali menunggu Jama’ah atau untuk kemaslahatan sholat.

Sholat dengan cara demikian hukumnya sah dan tidak perlu diulang lagi (i’adah/qodho).

**

Pertanyaan :

📜 Bagaimana ketentuan qodlo sholat wanita yang haid?

Jawaban :

Jumlah sholat yang harus diqodho wanita yang haid dipengaruhi oleh waktu keluar dan berhentinya darah haid.

– Jika darah keluar setelah melewati waktu yang cukup digunakan untuk sholat maka wajib qodho.

Contoh :

  1. Darah keluar 1 menit setelah masuk waktu solat dhuhur, maka tidak wajib mengqodho sholat dhuhur karena setelah masuk waktu sholat belum ada waktu yang cukup untuk melaksanakan sholat.
  2. Jika darahnya keluar 10 menit setelah masuk sholat maka wajib qodlo sholat jika belum sempat melaksanakannya.

– Jika darah berhenti dan masih ada waktu yang cukup untuk takbirotul ihrom maka wajib mengqodho :

  1. Sholat waktu tersebut
  2. Sholat waktu sebelumnya jika termasuk sholat yang bisa dijamak.

Contoh :

  1. Darah berhenti di waktu ashar, dan masih tersisa waktu 2 menit. Yang wajib diqodho adalah : sholat ashar + dhuhur (karena bisa dijamak dengan ashar).
  2. Darah berhenti di waktu dhuhur, dan masih tersisa waktu 2 menit. Yang wajib diqodho adalah : sholat dhuhur saja.

Referensi : Kitab Sullam Taufiq &  is’adur Rofiq

**

 

Pertanyaan umum

Pertanyaan :

Bagaimana hukumnya membaca doa ifititah pada selain tempatnya?

Jawaban :

Do’a ifititah hanya dianjurkan setelah takbirotul ihrom dan sebelum membaca dzikir/bacaan lainnya.

Selain ketentuan tersebut tidak disunnahkan lagi.

Bagaimana jika dibaca selain pada tempatnya?

– tidak sampai membatalkan sholat.

Karena isinya adalah pujian/Dzikir. Bukan Kalam (obrolan)

Karena tidak sesuai aturan,  apakah disunnahkan melakukan sujud sahwi?

– Ulama berbeda pendapat terkait masalah ini.

**

📜 Apa alasan ketika qunut sampai pada bacaan :

فإنك تقضي…

Imam membaca lirih? Dan apa yang hendaknya dilakukan makmum?

Jawaban :

Bagi imam,  ketika qunut disunnahkan membaca secara keras (jahr) baik dalam sholat jahriyah (bacaan keras) atau sholat sirriyah (bacaan pelan).

Kesunnahan membaca qunut secara keras ini hanya pada bagian doa saja. Sedangkan bacaan  فإنك تقضي dst. bukan termasuk doa (permintaan) namun tergolong tsana’ (memuji Allah) sehingga imam hendaknya membaca pelan.

Untuk makmum ketika sampai pada bacaan itu ada beberapa pilihan :

– Mendengarkan bacaan imam

– Mendengarkan dan menjawab bacaan imam dengan : ُأَشْهَد (saya bersaksi)

– Membaca sendiri

 

**

Pertanyaan :

Kenapa di saat qunut sampai pada doa

اللهم اكشف عنا البلاء

Tangan dibalik (telapak tangan diarahkan ke bawah)?

Jawaban :

Secara umum kiblat doa adalah langit (bukan kakbah) maka disunnahkan menengadahkan telapak tangan ke arah atas (langit). Hal ini untuk doa yang isinya meminta agar diberi sesuatu.

Sedangkan doa yang isinya meminta dihindarkan dari sesuatu (penyakit, musibah, bencana dll) maka ada anjuran mengarahkan telapak tangan ke bawah.

Ketika doa menolak balak itu dilakukan di dalam sholat,  ulama berbeda pendapat :

– Menganjurkan membalik telapak tangan karena isi doanya terkait permintaan agar dihindarkan dari balak.

– tetap mengarahkan telapak tangan ke atas karena dikhawatirkan ada gerakan yang bisa membatalkan sholat.

Dengan demikian,  ketika qunut sampai pada doa tolak balak,  telapak tangan diarahkan ke atas atau ke bawah sama-sama benar dan sesuai pendapat ulama.

*

Pertanyaan :

Apakah najis anak kecil yang belum dikhitan dapat menyebabkan batal terhadap sholatnya orang dewasa karena bersentuhan dll.?

JAWABAN :

Sebenarnya dalam mas’alah Qullah (kuncup) terdapat perbedaan pendapat ulama.

– Menurut qaul ashoh Qulfah dihukumi sebagai anggota dhohir sehingga wajib disucikan.

– menurut muqobilnya (pendapat pembanding) Qulfah dihukumi sebagai anggota batin sehingga tidak wajib disucikan.

Berpijak pada dua qaul ini sholat orang tersebut dihukumi sah kalau hanya bersentuhan atau menempel dengan anak kecil.

Catatan :

Berpijak pada qaul ashoh, yang dapat membatalkan sholat dalam masalah ini adalah menggendong, mengikat, memegang, merangkul, dan memangku anak kecil tersebut.

Demikian pula untuk najis dhohir seperti ompol dll. bisa membatalkan sholat orang dewasa jika ia menggendong, mengikat, memegang, merangkul, dan memangku anak kecil tersebut.

والله أعلم بالصواب

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *